Kanker pada remaja kini menjadi ancaman nyata di Indonesia dan dunia. Dulu, penyakit ini identik dengan usia lanjut. Namun, perubahan pola hidup, kebiasaan makan cepat saji, kurang tidur, serta paparan gadget yang berlebihan membuat usia penderita kanker semakin muda. Kasus kanker pada remaja terus meningkat, dan para ahli menilai gaya hidup modern adalah salah satu faktor paling berpengaruh.
1. Lonjakan Kasus Kanker pada Remaja di Indonesia
Data Kementerian Kesehatan menunjukkan adanya peningkatan kasus kanker pada remaja dalam satu dekade terakhir. Jika pada awal 2010-an kasus kanker remaja masih tergolong jarang, kini angkanya meningkat hingga lebih dari dua kali lipat. Badan Kesehatan Dunia (WHO) bahkan memperkirakan, setiap tahun ada lebih dari 400.000 anak dan remaja di bawah usia 19 tahun yang terdiagnosis kanker di seluruh dunia.
Jenis kanker yang paling banyak menyerang remaja meliputi leukemia, limfoma, kanker tulang, dan kanker tiroid. Namun, yang mengejutkan, kini mulai muncul kasus kanker payudara dan kanker usus besar pada usia belasan tahun — kondisi yang sebelumnya dianggap sangat jarang terjadi.
:quality(80)/https://asset.kgnewsroom.com/photo/pre/2022/02/28/a005ec92-01f5-47b0-bc2e-bb4d052a2c14_jpg.jpg)
Pakar onkologi dari FKUI, dr. Ratna Dewi, Sp.Onk menyebutkan, “Perubahan gaya hidup remaja masa kini, seperti pola makan tinggi gula dan lemak serta aktivitas fisik yang minim, mempercepat risiko mutasi sel yang bisa memicu kanker pada remaja.”
2. Gaya Hidup Tidak Sehat, Pemicu Kanker pada Remaja
Salah satu faktor utama penyebab meningkatnya kanker pada remaja adalah gaya hidup tidak sehat. Berikut kebiasaan yang sering ditemukan pada kalangan remaja dan berkontribusi terhadap risiko kanker:
1. Konsumsi Makanan Cepat Saji Berlebihan
Makanan cepat saji atau junk food mengandung lemak jenuh, pengawet, serta zat pewarna buatan. Semua itu bisa menimbulkan peradangan dalam tubuh dan memicu perubahan genetik pada sel. Remaja yang terlalu sering mengonsumsi makanan instan atau gorengan berisiko lebih tinggi terkena kanker usus besar dan kanker lambung.
2. Kurang Tidur dan Pola Hidup Malam
Remaja modern sering tidur larut akibat penggunaan gadget atau media sosial. Kurang tidur dapat mengganggu sistem imun dan hormon melatonin — hormon penting yang berfungsi melindungi sel dari kerusakan DNA. Penelitian menunjukkan hubungan kuat antara pola tidur buruk dan peningkatan risiko kanker pada remaja.
3. Kurangnya Aktivitas Fisik
Aktivitas fisik yang minim meningkatkan penumpukan lemak tubuh dan menurunkan daya tahan tubuh. Obesitas yang muncul akibat kurang olahraga menjadi salah satu faktor kuat dalam berkembangnya kanker, terutama kanker payudara dan kolon.
4. Penggunaan Gadget Berlebihan
Paparan radiasi elektromagnetik dari gadget memang masih menjadi perdebatan, namun banyak studi menemukan kaitan antara penggunaan ponsel berlebihan dan peningkatan risiko tumor otak pada remaja. Terlebih, banyak remaja yang menggunakan ponsel hingga berjam-jam setiap hari tanpa jeda.
5. Kebiasaan Merokok dan Vape
Tren merokok elektrik atau vape di kalangan remaja meningkat drastis. Banyak yang menganggap vape lebih aman daripada rokok konvensional, padahal cairan vape mengandung zat kimia berbahaya yang dapat memicu kanker paru, tenggorokan, hingga mulut. “Nikotin dalam vape tetap berisiko menimbulkan kerusakan DNA,” jelas dr. Ratna.
3. Pola Makan yang Dapat Meningkatkan Risiko Kanker pada Remaja

Makanan memainkan peran besar dalam kesehatan sel tubuh. Beberapa pola makan yang kerap meningkatkan risiko kanker pada remaja antara lain:
-
Konsumsi tinggi gula dan minuman bersoda.
-
Sering makan makanan olahan seperti sosis, nugget, atau mie instan.
-
Kurang asupan buah dan sayuran segar.
-
Asupan air putih yang minim diganti minuman manis.
-
Mengonsumsi daging merah setiap hari tanpa diimbangi serat.
Remaja yang mengikuti pola makan seperti ini selama bertahun-tahun berpotensi mengalami kerusakan DNA yang mempercepat pertumbuhan sel abnormal — awal mula terbentuknya kanker.
4. Faktor Lingkungan yang Turut Meningkatkan Kanker pada Remaja
Selain gaya hidup, faktor lingkungan juga memiliki peran besar terhadap munculnya kanker pada remaja. Polusi udara di kota besar seperti Jakarta, Surabaya, dan Bandung mengandung partikel PM2.5 yang dapat merusak paru-paru dan memicu kanker. Selain itu, paparan bahan kimia dari kosmetik, pestisida, dan plastik juga berkontribusi terhadap peningkatan risiko kanker.
Ahli kesehatan lingkungan, dr. Aryo Nugroho, menjelaskan, “Bahan kimia dari plastik yang digunakan untuk membungkus makanan panas bisa melepaskan zat berbahaya seperti BPA. Zat ini dapat mengganggu sistem hormon dan meningkatkan risiko kanker payudara dan prostat pada remaja.”
Gejala Awal Kanker pada Remaja yang Sering Diabaikan
Gejala kanker pada remaja sering kali tidak disadari karena mirip dengan penyakit ringan. Padahal, deteksi dini sangat penting agar pengobatan lebih efektif. Berikut beberapa tanda awal yang perlu diwaspadai:
-
Rasa lelah berkepanjangan tanpa sebab jelas.
-
Berat badan menurun drastis.
-
Muncul benjolan di leher, ketiak, atau bagian tubuh lain.
-
Pendarahan yang tidak biasa.
-
Nyeri tulang atau sendi tanpa cedera.
-
Perubahan warna kulit atau munculnya tahi lalat aneh.
Sayangnya, banyak remaja menyepelekan gejala-gejala ini karena merasa masih muda dan sehat. Padahal, keterlambatan diagnosis membuat kanker berkembang ke stadium lanjut lebih cepat.
Baca juga : 7 Bahaya Matcha bagi Kesehatan: Waspadai Risiko di Balik Minuman Hijau yang Populer
5. Peran Orang Tua dan Sekolah dalam Mencegah Kanker pada Remaja

Pencegahan kanker pada remaja tidak bisa dilakukan hanya oleh individu. Diperlukan dukungan dari keluarga, sekolah, dan lingkungan sosial.
Edukasi Gaya Hidup Sehat Sejak Dini
Orang tua berperan penting dalam membentuk kebiasaan sehat anak. Menyediakan makanan bergizi, membatasi konsumsi makanan cepat saji, serta memberi contoh berolahraga rutin bisa mengurangi risiko kanker secara signifikan.
Sekolah Sebagai Agen Edukasi Kesehatan
Sekolah dapat berperan dengan memberikan edukasi kesehatan, termasuk bahaya rokok, pentingnya tidur cukup, dan konsumsi sayur buah setiap hari. Program seperti “Hari Tanpa Gawai” atau “Gerakan Makan Sehat” terbukti efektif mengubah perilaku siswa.
6. Inovasi Medis dan Harapan Baru dalam Penanganan Kanker pada Remaja
Kemajuan teknologi kedokteran memberi harapan baru bagi penderita kanker pada remaja. Kini, berbagai rumah sakit di Indonesia sudah menerapkan terapi target dan imunoterapi — metode pengobatan yang menyesuaikan dengan profil genetik pasien, sehingga lebih efektif dan minim efek samping.
Selain itu, muncul pula program skrining dini gratis untuk mendeteksi risiko kanker di kalangan remaja, seperti tes darah dan pemindaian genetik. Beberapa universitas juga aktif melakukan penelitian untuk mencari penanda biologis kanker yang khas pada usia muda.
7. Kanker pada Remaja di Era Digital: Tantangan Baru yang Muncul
Era digital membawa banyak kemudahan, tetapi juga tantangan baru. Konten media sosial sering kali menampilkan gaya hidup tidak realistis — konsumsi minuman manis, begadang, atau tren diet ekstrem. Hal ini membuat banyak remaja meniru kebiasaan yang justru berisiko terhadap kesehatan.
Para influencer dan kreator konten memiliki tanggung jawab sosial untuk mempromosikan pola hidup sehat. Kampanye seperti #RemajaSehatTanpaKanker mulai bermunculan di TikTok dan Instagram untuk meningkatkan kesadaran tentang kanker pada remaja.
Langkah-Langkah Pencegahan Kanker pada Remaja
Berikut langkah-langkah sederhana namun penting untuk mencegah kanker pada remaja:
-
Konsumsi makanan alami seperti sayur, buah, dan biji-bijian.
-
Batasi makanan olahan dan minuman berpemanis.
-
Tidur cukup minimal 7–8 jam per malam.
-
Olahraga rutin setidaknya 30 menit setiap hari.
-
Kurangi penggunaan gadget berlebihan.
-
Hindari rokok dan vape.
-
Lakukan pemeriksaan kesehatan rutin.
Dengan menerapkan kebiasaan ini, risiko kanker bisa ditekan hingga 40%, menurut data WHO.
Pemerintah dan Lembaga Kesehatan Turut Bergerak
Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Kesehatan kini mulai memperluas program edukasi dan deteksi dini kanker di kalangan remaja. Program seperti “Remaja Peduli Kanker” digelar di sekolah-sekolah dengan melibatkan dokter muda dan relawan. Selain itu, BPJS Kesehatan telah memperluas cakupan layanan untuk terapi kanker anak dan remaja.
Organisasi non-profit juga turut aktif, seperti Yayasan Kanker Indonesia (YKI), yang menyediakan layanan konseling, bantuan medis, hingga pendampingan psikologis bagi pasien muda.
Kesimpulan:
Fenomena meningkatnya kanker pada remaja harus menjadi alarm bagi masyarakat. Usia muda bukan jaminan bebas dari penyakit berat. Gaya hidup sehat, kesadaran diri, serta dukungan lingkungan adalah kunci utama untuk mencegahnya.
Remaja perlu disadarkan bahwa setiap pilihan kecil — mulai dari makanan yang dikonsumsi hingga waktu tidur — bisa berdampak besar terhadap kesehatan di masa depan. Dengan edukasi yang tepat dan kebiasaan positif, generasi muda Indonesia dapat tumbuh sehat tanpa ancaman kanker.
